Dendang Harap Urang Banjar

August 5, 2007 at 2:20 pm | Posted in Urang Banjar | 13 Comments

Oleh Rahayu Suciati

Banjar adalah warisan suku dan akar yang kuat mengalir dalam darah saya. Dimanapun menginjakkan kaki dan bernafas, Banjar adalah identitas etnis yang tak akan pernah saya lepaskan: Saya bangga jadi urang Banjar.
 
Kebanggan sekarang semakin saya rasakan, tetapi ketika semasa sekolah dulu saya tidak peduli budaya Banjar. Sejak lahir hingga lulus SMU, saya dan keluarga menetap di Balikpapan. Berbahasa Indonesia sudah menjadi makanan sehari-hari disana karena penduduknya yang heterogen dan tidak mempunyai bahasa daerah sendiri. Walau begitu, dalam didikan orang tua saya tumbuh bersama bahasa dan budaya Banjar.
 
Setelah kuliah di Unlam Banjarmasin, bahasa Banjar semakin akrab dengan keseharian. Kalau dulunya hanya bisa menguasai bahasa Banjar secara pasif sekarang urusan bapander lumayan jago. Lama kelamaan merasa nyaman menetap di Banjarmasin walau dengan segala keruwetannya. Mungkin karena budaya Banjar yang begitu kental membuat betah.
 
Ada satu hal yang paling mencolok dari Urang Banjar yang tinggal di Banjarmasin dan daerah lainnya di Kalsel menurut kacamata saya. Urang Banjar amatlah bangga dengan bahasa dan budayanya. Mereka akan lebih respek dan nyaman berbicara dengan dan dalam bahasa Banjar.

Mulai dari anak-anak, orang tua hingga remaja sekalipun selalu nyaman menggunakan bahasa daerah ketimbang bahasa Indonesia yang kebanyakannya hanya digunakan dalam situasi formal. Hal tersebut yang mungkin mendorong pendatang yang menetap di Banjarmasin berusaha dan akhirnya terbiasa menggunakan Bahasa Banjar.

Karena itulah sering dijumpai bahasa Banjar yang diucapkan dalam logat Jawa atau Madura. Semua itu mungkin mencerminkan satu hal, bahwa masyarakat yang telah menetap di Banjarmasin bangga dengan bahasa Banjar. Suatu fenomena yang membanggakan bagi kelangsungan bahasa Banjar.
 
Suku Banjar adalah suku yang kaya akan ragam budayanya.Populasi suku Banjar terbilang besar karena berada di urutan ke sepuluh dari populasi suku terbanyak di Indonesia. Anehnya, kenapa dengan kayanya budaya yang dipunya dan banyaknya populasinya, suku Banjar tidak terangkat dan terekspos ke kancah nasional.
 
Ini bisa dilihat dari tayangan dan program televisi yang kelihatannya hampir tidak pernah mengangkat budaya dan bahasa Banjar sebagai temanya. Seringkali kita melihat dan mendengar kisah suku Jawa, Sunda, Manado, Batak, Madura, Bugis, Ambon, Bali, Padang dan lainnya yang kesannya jauh lebih terkenal dari suku Banjar. Rhoma Irama ketika membuat lagu 140 juta penduduk Indonesia, lalu 200 juta, belum juga memasukkan Urang Banjar.

Acara-acara yang mengangkat kedaerahan nusantara jarang menampilkan suku Banjar. Bahkan suku Irian yang berada jauh di ujung pelosok Indonesia masih lebih dikenal dari suku Banjar yang merupakan suku terkenal di Kalimantan.
 
Bisa jadi kurang terkenalnya suku dan budaya Banjar di negara kita ini karena suku Banjar yang kurang unjuk gigi sehingga suku kita semakin tertinggal dengan suku lainnya dan lama-kelamaan malah bisa dilupakan jika keadaannya seperti ini terus.
Lihat saja di buku-buku sejarah SD hingga SMA dimana sejarah Banjar jarang dikupas dibanding sejarah suku lain. Kalaupun ada tak lebih dari perjuangan pangeran Antasari dan sejarah kerajaan Banjar yang juga tidak banyak mengemuka.
 
Padahal jika ditilik lebih jauh, sejarah Banjar itu sangat menarik untuk dipelajari. Bagaimana asal-asul suku Banjar yang pada mulanya sebagai percampuran antara Melayu dan Dayak yang kemudian melahirkan tiga sub suku yaitu Banjar Pahuluan, Banjar Batang Banyu, dan Banjar Kuala. Belum lagi sejarah kerajaan-kerajaan Banjar yang sukses menyebarkan kebudayaan Banjar hingga ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah bahkan merambah ke Malaysia.

Jadi, mengapa suku Banjar yang begitu kaya akan sejarah dan kulturnya harus kalah digeser oleh sejarah suku lainnya. Akibatnya, anak Banjar pun lebih hapal perang Diponegoro, kerajaan Majapahit, pembangunan candi Borobudur, kesultanan Demak, dan sejarah lain sedangkan sejarah suku sendiri mereka malah “buta”.
 
Apa salah kita? Jika pian Urang Banjar maka bertanyalah dalam diri anda masing-masing. Mengapa suku kita yang begitu bertaring di Kalimantan terkesan ompong di kancah nasional? Pernahkah terpikir bahwa budaya Banjar yang begitu kaya hanya bisa kita nikmati di daerah sendiri sedangkan begitu jarangnya bisa kita nikmati dalam skala nasional. Padahal jumlah suku Banjar amatlah besar.

Salah satu kesenian Banjar yang paling terkenal misalnya, Madihin yang sarat akan budaya Banjar pun tidak terkenal hingga menjadi ‘identitas’ masyarakat Indonesia. Kesenian Madihin sepertinya masih berkembang di ruang lingkup Kalimantan dan yang menjadi penikmatnya adalah orang Banjar sendiri.

Padahal kesenian Madihin amatlah bagus dalam memperkaya budaya bangsa. Sayangnya lagi, kesenian Banjar tampaknya kalah pamor dengan seni wayang, tari Jaipong, dan kesenian lainnya sudah dinikmati oleh masyarakat luas sejak dulu.

Orang Banjar terkenal harat (hebat) itu mungkin bisa jadi benar. Jika melihat suku Banjar yang kaya akan budaya, kesenian, bahasa dan wisata serta sejarahnya yang bisa menunjukkan bagaimana haratnya Urang Banjar.
Tapi bisa jadi itu hanya sebatas mitos belaka jika pada kenyataannya gaung Banjar sebagai suku nang harat (suku yang hebat) cuma terdengar di tanah Kalimantan. Sedangkan di mata bangsa kabar suku Banjar malah “sunyi”. Apa kada harat di kampung sorang, eh sakali ka luar kadada apa-apanya lalu, ya kalo?

Apa kabar Urang Banjar sabarataan? Semoga pian-pian tidak tersinggung dengan tulisan ini. Tak lebih yang saya kemukakan murni keinginan sebagai anak Banjar yang menantikan Banjar menjadi suku yang terkemuka. Sudah saatnya Urang Banjar  berbenah dan bersiap untuk go public.
Untuk pemerintah daerah yang saya yakin didonimasi putera daerah, jadikanlah masalah ini sebagai wacana yang perlu mendapat tanggapan dan perhatian serius dalam rencana pembangunan Kalimantan Selatan. Hendaknya promosi wisata khas Banjar lebih gencar dilakukan guna memperkenalkan nama suku Banjar di mata nusantara.

Agar wisata kita tidak melulu seputar Pasar Terapung dan Pulau Kembang tapi masih banyak daerah wisata yang sangat layak dijadikan tujuan wisata. Asal dibenahi dan dikelola dengan baik, keindahan daerah Kalimantan Selatan dengan budaya Banjarnya tak mustahil bisa mendapat tempat dihati para penikmat wisata seperti halnya pulau Bali.
Buatlah perubahan dan kemajuan suku Banjar. Lucu bukan jika monyet bekantan lebih punya nama dibanding suku Banjarnya sendiri. Apalagi jika yang terkenal di Kalimantan Selatan malah penambangan batu bara atau penebangan hutannya daripada kesenian Madihinnya.
 
Lewat karya dan tulisan hasil dari orang Banjar mungkin bisa menjadi jalan pembuka untuk memperkenalkan budaya Banjar dalam skala nasional bahkan bisa sampai ke kancah internasional. Banyak suku Nusantara terkenal karena tulisan para tokoh atau intelektualnya. 

Sayang disayang Urang Banjar karya tulisannya belum lagi sampai mengangkat nama Banjar lebih tinggi. Kalau karya-karyanya banyak dan menasional  tentu akan sejajar dengan suku-suku bangsa lain di Indonesia. Padahal jika ingin berkarya banyak hal dari suku Banjar yang bisa digali mulai dari sejarah, kesenian, budaya, hingga bahasanya.
Jika saja Urang Banjar giat menulis maka sejarah Banjar tak akan lagi mendapat porsi kecil dalam sejarah nasional. Sehingga nantinya anak Banjar tak lagi buta soal sukunya dan anak Banjar bangga mempunyai darah Banjar yang mengalir dalam raga dan jiwanya.
 
Semoga kelak suku Banjar kada lagi harat di kampung haja tapi harat jua di kancah nasional. Maka itu, nanang, galuh, uma, abah, Urang Banjar sabarataan, majukanlah suku kita agar tak lagi tertinggal jauh dalam peradaban bangsa. Pastinya dalam lubuk hati, Pian ingin juga melihat Banjar menjadi suku yang terkenal Indonesia, bukan?
Keadaan suatu kaum tak akan berubah kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya.  Jadi, kalau bukan Urang Banjar sendiri siapa lagi yang akan menggaungkan nama Banjar.

Bujur kalo? Semoga saja …

13 Comments »

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

  1. belakangan setelah mengetahui ada perpustakaan kota Banjarmasin, buku tentang kalimantan selatan banyak ditemui, pertanyaannya sekarang, siapa yang mau membacanya ?????????????????

    Suci
    wah, pertanyaan sederhana tapi sudah dijwab tuh. Sudah jamak bukan kita dengar bahwa masyarakat kita termasuk masyarakat yang miskin budaya bacanya. Jadi, untuk ukuran perpustakaan yang nyaman fasilitas dan pelayanan saja, tak dapat dikatakan ramai pengunjung. Bayangkan saja dengan perpustakaan dimana kita haru menaiki tangga untuk sampai ke lantai tiga baru bisa memasukinya?hehe…Pemerintah kota seyogyannya lebih memberikan perhatian pada masalah ini. Walau hanya masalah minat baca, ini juga berperan menentukan arah hendak dibawa kemana generasi muda kita?

  2. (Urang Banjar amatlah bangga dengan bahasa dan budayanya) itulah kata yang membuat saya sedikit bertanya, bahasa banjar seperti apa yang anda dengar hingga anda bisa bilang orang banjar bangga dengan bahasanya. setahu saya orang banjar malah hampir membunuh bahasanya sendiri dan berusaha membuangnya. kita bisa lihat bahasa banjar yang sekarang sering kita dengar bukanlah bahasa banjar asli yang seperti ada di kamus bahasa banjar-indonesia melainkan bahasa indonesia yang sudah di banjarkan. Jadi bahasa banjar seperti apa yang dibanggakan, bahasa banjar yang telah bercampur atau masih asli.
    sejarah banjar kenapa jarang diekspos, karena dia terlalu banyak mitos yang memuat orang yang membacanya geleng2 kepala. misalnya putri junjung buih lahir dari ulakan banyu hasil pertapaan lambung mangkurat, bukankah itu aneh. selain itu bukti yang menguatkan tentang kerajaan banjar juga sedikit.
    masalah budaya lebih aneh lagi, budaya tidak hanya dilihat dari tari, musik atau sastra tapi juga perilaku. kita bisa lihat orang banjar yang katanya agamis tapi kelakuannya tidak agamis. misalnya saja, suka membuang sampah sembarang padahal mereka tahu kebersihan adalah sebagian dari iman. jadi apa yang dibanggakan?

    Begitu yah? maaf kalo misalnya pendapat saya berbeda dengan pendapat mas.. Tapi, apa yang saya coba tuangkan dalam tulisan saya adalah apa yang saya lihat dari lingkungan yang saya temui sehari-hari. Pertama kali dulu, saya bukanlah orang yang fasih berbahasa Banjar. karena itu saya sering mengalami kesulitan dalam berkomunikasi karena bahasa yang hampir selalu digunakan disini adalah bahasa Banjar. Bahkan ada yang hanya memberi respon jika saya berbicara dalam bahasa urang banua.

    mungkin itu yang menjadi simpulan saya, masih banyak sekali orang-orang Banjar yang bangga dengan bahasanya sendiri. Apalagi bahasa ibu yang sudah sedemikian melekat dalam keseharian. Mungkin, hehe…

    Kalo soal budaya Banjar yang akrab dengan mitos, saya rasa itu merupakan hal yang masih wajar. karena berdasarkan cerita dari teman-teman yang berasal dari berbagai suku, fenomena tersebut juga tak luput dari kebudayaan mereka. tapi, mungkin mas lebih tahu soal itu, jadi mungkin bisa membagi ilmunya. misalnya memberikan satu contoh kebudayaan dari suku di Indonesia yang bebas dari mitos?:)

    Kalo soal budaya yang tercermin dari perilaku, bukankah terlalu buru-buru mengatakan tak ada yang bisa dibanggakan dari budaya kita? Saya percaya budaya suatu masyarakat bisa berubah. tetapi, tentunya, budaya individunya yang harus berubah terlebih dahulu. Dan mungkin mas bisa menjadi salah satu agent perubahan itu?🙂

  3. wah…gimana ya, jadi rada beribetan nih, soalnya saya juga berasal dari Banjar 🙂

    tapi saya percaya koq, meskipun banyak urang banjar yang kurang memahami linguistik bahasanya, mereka masih punya tekad untuk mengangkat budaya sendiri.

    Sejarah Banjar jarang di ekspos? sebenarnya sering koq, cuma mungkin masih kurang sosialisasinya. Buku sejarah Banjar pernah ditulis bersama oleh sejarawan di daerah dan salah satu dosen Unlam, Zainal Arifin Anis (kalau nggak salah) juga ikut terlibat di dalamnya. Pantas kan kita bangga? h3w 🙂

    Kalau ada banyak mitos dari Banjar? gimana ya? menurut saya sih, itu malah justru bisa menjadi kekuatan dan ciri khas dari budaya Banjar sendiri. Tergantung cara memaknainya dan mengubahnya menjadi hal yang lebih luar biasa?
    (Bukannya Harry Potter juga bernuansa mistis? h3w)

    Ini sekedar tanggapan dari saya sebagai orang Banjar yang masih banyak belajar dari budaya kita, mudah-mudahan Banjarmasin nanti benar-benar bisa terangkat namanya, Amien. 🙂

  4. Salam knal

    orang banjar?

    Punya karya?

    kreatif?

    Undangan berpartisipasi di situs http://www.cakrabudaya.uni.cc

    Pengelola

  5. keanekaragaman budaya dan suku di Indonesia janganlah sebagai perbedaan semata
    marilah kita bersatu demi bangsa ini
    kita lihat banyak kerusuhan antar etnis karena apa???malah lebih mementingkan mayoritas
    maka dari itu kita sebagai penerus bangsa mari bersama membangun bangsa ini dengan kebersamaan

    Ok, setuju….Bungkus 🙂 hehe

  6. mnanggapi ujar “si PBSID” kada tapalinglah, bhs indonesia nang banyak maambil dari bhs banjar, krn bhs bnjar tmasuk bahagian dari bhs malayu nang dijadiakan sbg bhs indonesia, jadi parnyataannya shrusnya dalah “bhs banjar/malayu nang di indonesia-akan”. Daintu lakunnya ya kalu

  7. Menarik sekali cerita berkaitan dengan orang banjar. kebetulan saya juga dari keturunan orang banjar dari keluarga sebelah bapa. Arwah Datuk saya berasal dari banjarmasin.

  8. kada umpat komunitas bloggerkah, cari info di http://blog.banjarbaru.org/

  9. selama merantau, uln terus melahap sejarah Nusantara termasuk sejarah Banjar. Ternyata suku Banjar itu berakar dari suku-suku yang kompleks. Tidak seperti suku Dayak yang secara geneologis sangat sedikit.

    Salah satu catatan silam tentang suku Banjar, saya sering baca Hikayat Banjar (ke dua versi saya lahap), juga sedikit catatan yang ada di Kitab Negarakertagama, karya Mpu Prapanca dari Majapahit. Berdasar referensi itu, Suku Melayu, Jawa dan Dayak berperan melahirkan Suku Banjar, sehingga budaya Banjar sendiri sangat kuat dipengaruhi budaya ke tiga suku tersebut.

    Saat negara-negara di Tanjung Pura (Kalimantan) berada di bawah kekuasaan Majapahit, pengaruh kebudayaan Jawa sangat kuat merasuk ke budaya lokal di Kalimantan, meskipun sebelumnya pengaruh proto melayu lebih dulu merasuk.

    Karena akarnya dari berbagai macam budaya inilah, (prediksi) yang menyebabkan urang Banjar lebih gampang menerima budaya luar, budaya baru.

    Dan ini bukan persoalan kalah atau tidak dengan sejarah suku lain di Nusantara. Kenyataan, suku Banjar tidak banyak memiliki catatan sejarah (tertulis), sedangkan suku lainnya seperti jawa dan bugis-makassar -didukung faktor geografis, memiliki banyak catatan sejarah, yang masih bertahan bagus hingga kini, dan dibaca banyak orang di Nusantara.

  10. salam urang Banjar!
    aku kuliah di Surabaya,besar di hulu sungai.tepatnya di Pamangkih.
    oke,senjata apa yang paling ampuh untuk mempersatukan yaitu tidak lain adalah ‘Romantisme kesukuan’.lihat sejarah ‘Ashabiyah di bangsa Arab,dan sejarah peradaban lainnya.Di lain hal, sangat rawan akan tindak destruktif.tapi dalam konteks berbangsa dan bernegara saat ini, memelihara budaya lokal adalah sesuatu lain yang penting.
    berbicara tentang kedigdayaan ‘suku’, tentu kita kalah dengan suku lainnya di bumi pertiwi ini.tapi kita perlu juga mengaca diri, sejauh mana manusia banjar, nalarnya,etos kerjanya dll.coba kita lihat suku selain jawa, Batak misalnya, mereka sangat peduli terhadap pendidikan.jangan heran banyak pegiat hukum dan seni(artis,yang mungkin meningkatkan pamor suku Batak)dari mereka.suku Bugis,karena orientasi pada pendidikan,mereka menjadi pebisnis handal yang mempunyai level nasional.
    berbeda dengan urang Banjar, mungkin karena adanya pengaruh ajaran yang dianut mayoritas urang banjar.masih banyak yang menganggap pendidikan bukanlah hal yang penting.tentu nalar yang dimiliki urang banjar stagnan.di dunia bisnis,yang saya tau,mereka tidak mempunyai gambaran untuk mengembangkan usahanya ke yang lebih.misalkan menjadi pengusaha nasional atau ‘boroboro’ multi nasional.menurut mereka,dapat menaikkan haji satu keluarga cukuplah.
    saya hidup diperantauan,terkadang melihat teman-teman ‘Papadaan’ yang senangnya cuma hura-hura,miris jg.itulah kita,mungkin.
    tapi yang lebih penting, budaya banjar perlu dilestarikan tapi kita tetap pada nalar Nasionalisme.Negara kesatuan Republik Indonesia

  11. Assalam…
    Salam badingsanakan gsn kkwanan sbarataan.
    asa supan ulun umpatan nah,sdkit bnr pang baisian ilmu ttg adat & budaya Banjar.
    Tp apapun pandiran urg, ttp bngga n bersyukur jd urg Banjar !

    Jar sdin diatas tu bjur jua mnrt uln, mgkin krn budaya folk (tutur lisan/bakisah) dlm suku banjar lbih maju, mk urg2 bahari (dan mgkin whini) budaya menulisnya kurang bnr, shg kita nang hdup whini kkurangan referensi yg bnr2 vailid ttg sjrh & asal usul Banjar.
    Buku Hikayat Banjar yg jd “TOP” rfrensi pun byk disangkal para ahli sejarah antropologi, ya krn trlalu mitotistik td & sumbernya pun dr cerita rakyat itu td.

    Tp baiknya itu kw menjadi bahan penelitian gasan kita sabarataan, kalu2 di unlam kaina ada Fakultas Antropologi (,”) hiiiihiiihiii…

  12. Bujur banar di ai…..ulun ni ganalnya di samarinda, disana jua kantal banar budaya banjarnya terutama wilayah teluk lerong, air putih,antasari..hibak banar bubuhan banjar disana…kami pemuda banjar tetap bangga dengan budaya banjar dan bangga sebagai urang banjar….babeda lawan bubuhan banjar nang di balikpapan, hibak nang kada tahu bepadah pakai bahasa banjar….kaitu ngakunya urang banjar….beh….


Leave a reply to SQ Cancel reply

Create a free website or blog at WordPress.com.
Entries and comments feeds.